› Tokoh›Raden Ajeng Kartini Raden Ajeng Kartini atau biasa ditulis RA Kartini adalah pahlawan nasional yang memperjuangan emansipasi perempuan. Surat-suratnya yang dibukukan dengan tajuk “Habis Gelap Terbitlah Terang” memuat cita-cita dan pemikiran-pemikirannya dalam memperjuangan hak-hak perempuan di Indonesia. Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau acap disapa Kartini merupakan sosok pahlawan Indonesia yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan. Cita-cita luhur Kartini ingin menghapuskan penderitaan perempuan yang terkungkung dalam tembok tradisi dan adat-istiadat masyarakat feodal-patriarkal Jawa. Kala itu, perempuan selalu menjadi potret tragis yang tidak memiliki kebebasan, seperti pelarangan mengenyam pendidikan, adanya pingitan, hingga harus siap dipoligami oleh suami dengan dalih melalui surat-surat yang dikirimkan ke sababat penanya mengemukakan pemikiran-pemikirannya dalam mendobrak tradisi feodal-patriarkal yang menghambat kemajuan kaum perempuan. Ia ingin perempuan memiliki masa depan yang lebih maju, bebas, cemerlang, dan merdeka. Ia menganggap pendidikan merupakan jalur mutlak yang diperlukan demi mengangkat derajat perempuan dan martabat bangsa Indonesia. Baginya, pengajaran kepada perempuan secara tidak langsung akan meningkatkan martabat bangsa. Atas cita-cita dan perjuangannya melalui pemikiran-pemikiran itu Kartini dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui Keppres Nomor 108 Tahun 1964 tentang Penetapan Kartini sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden ningratKartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong, Jepara. Ia merupakan seorang perempuan berdarah ningrat Jawa. Ayahnya yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah wedana Mayong, yang kemudian menjadi Bupati Jepara, sedangkan ibunya bernama M. A. Ngasirah. Sang ibu merupakan seorang putri dari Nyai Hajjah Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Teluwakur, kelima dari 11 bersaudara ini memang terlahir dari keturunan keluarga cerdas. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV menjadi bupati pada usia 25 tahun. Dia adalah bupati pertama yang mendidik anak-anaknya dengan pelajaran khas Barat, langsung dari seorang guru asli Negeri progresif kakeknya yang memberikan pendidikan Barat pada putra-putranya, diwarisi oleh sang ayah Sosroningrat. Dia menyekolahkan semua anaknya ke Europese Large School, sekolah gubernemen kelas satu yang memakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan diperuntukkan bagi orang-orang Belanda dan Jawa yang 1885 Kartini mulai bersekolah di Europese Large School ELS. Di sekolah inilah untuk pertama kalinya Kartini mendapatkan bahan bekal perjuangannya. Setamatnya di ELS, Kartini ingin meneruskan pendidikannya ke Semarang, di Hoogere Burgerschool HBS. Kartini pernah ditawari untuk sekolah ke Belanda oleh gurunya. Namun, sang ayah tidak lagi memberi izin dan Kartini tak kuasa bersekolah hanya sampai usia 12 tahun, dan terpaksa harus keluar untuk menjalani masa pingitan. Masa-masa inilah disebut Kartini bagai dalam penjara’. Kartini tidak banyak bergaul selama masa pingitannya. Justru, ia mulai merenung tentang nasib perempuan yang terkungkung adat dan tidak bisa menentukan masa depannya masa pingitan tersebut Kartini mengasah pemikirannya dengan banyak belajar seorang diri. Sebab bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Belanda, salah satunya Rosa usia 16 tahun, Kartini dibebaskan dari masa pingitan. Kemudian, ia banyak belajar sendiri. Lantaran menguasai bahasa Belanda, maka ia mulai belajar dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari Zeehandelaar, kawan pena Kartini, menyarankan kepada Ir. H. H. van Kol anggota parlemen Belanda yang satu partai dengan Stella agar mengunjungi putri-putri Bupati Sosroningrat. Ia menjelaskan bagaimana keinginan Kartini dan Roekmini adiknya untuk bisa belajar ke 20 April 1902, van Kol yang didampingi wartawan De Locomotief, Stoll, tiba di Jepara dan disambut dengan sangat ramah oleh keluarga Bupati Jepara. Di sinilah kesempatan van Kol untuk berbincang dengan Kartini, sekaligus membicarakan beasiswa itu. Kartini diminta untuk segera membuat surat peran Van Kol memperjuangkan beasiswa Kartini dalam sidang Tweede Kamer pada 26 November 1902, Menteri Seberang Lautan A. W. F. Idenburg menyetujui untuk memproses beasiswa jalan sudah terbuka, tapi ia batal ke Belanda karena alasan politis. Alasan itulah yang menjadikan Kartini kembali memilih berkorban demi ketenteraman keluarga dan mengorbankan pamrih pribadi. Lantas, ketika beasiswa dari Belanda akhirnya benar-benar datang, Kartini menyarankan supaya Agus Salim yang usia 24 tahun, Kartini menyadari bahwa usahanya untuk bersekolah lagi tak akan pernah terlaksana. Saat ia menunggu keputusan beasiswa dari Batavia, tiba-tiba Bupati Sosroningrat menerima utusan Bupati Djojoadhiningrat dari Rembang yang membawa surat lamaran untuk tak mampu menolaknya. Ia lantas menyetujui saran ayahnya untuk menikah, dengan berbagai alasan, antara lain, di Rembang ia bisa meneruskan cita-citanya membuka sekolah didampingi seorang suami yang berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan. Ia pun resmi menjadi seorang istri dari duda yang telah memiliki tujuh anak dan dua orang Ajeng KartiniKarierPerjuangan Kartini dimulai sejak ia berada dalam masa pingitan saat ia berusia 12 tahun. Selama masa pingitan ini Kartini mulai rajin membaca buku dan mengasah pikirannya. Memasuki usia 16 tahun, Kartini dibebaskan dari masa pingitan. Kemudian, ia banyak belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-temannya yang berasal dari buku-buku, koran, dan majalah, Kartini kian tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Adapun beberapa buku yang dibacanya adalah Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stille Kraacht karya Louis Coperus, karya Van Eeden, Augusta de Witt, Goekoop de-Jong Van Beek, dan sebuah roman anti-perang Die Waffen Nieder karangan Berta Von pemikiran milik Eropa itulah yang menimbulkan keinginan tulus Kartini untuk memajukan perempuan pribumi, di saat kondisi sosial perempuan pribumi berada pada status sosial yang juga banyak membaca surat kabar De Locomotief asuhan Pieter Brooshooft. Ia beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat dalam majalah tersebut. Kartini pun hadir sebagai contoh terbaik hasil pendidikan Belanda kepada kaum inlander. Mulai saat itu, nama Kartini sontak dikenal, apalagi setelah tulisan-tulisan lainnya dimuat dalam berbagai majalah. Tema tulisannya berkisar soal kepentingan pendidikan bagi kaum bu-miputra, terutama kaum wanita majalah De Hollandsche Lelie, ia lantas memperoleh sahabat pena pertamanya, yaitu Stella Zeehandelaar. Diikuti oleh sejumlah teman pena lain yakni Abendanon, H. H. van Kol dan istrinya, Nyonya E. Ovink, dan Dr. Nicolaus Adriani. Kartini mulai memasuki babak baru dalam kehidupan melukiskan dan menguraikan cita-cita, ulasan, dan kecamannya kepada Belanda melalui lukisan penanya. Ia selalu berusaha mengenal bagaimana kehidupan rakyat sekitarnya. Ia pun menemukan bahwa pendidikan adalah kemutlakan yang perlu dibangun untuk mengangkat derajat perempuan Indonesia. Sebab itu, perlu didirikan sekolah untuk perempuan Sulastin Sutrisno guru besar luar biasa pada Fakultas Sastra UGM Yogyakarta seperti dikutif dari Majalah Intisari, 1991, Kartini tak jarang juga menulis tentang kesenian yang ada di Jepara, misalnya seni ukir, seni batik dan lainnya. Padahal kegiatan menulis di saat itu bagi wanita, masih dianggap tak patut - apalagi dilakukan seorang gadis. Namun demikian, dokumen karangan Kartini di beberapa media massa itu sampai sekarang belum ditemukan. Dalam sejumlah tulisannya, Kartini memakai nama samaran Tiga itu, perjalanan hidup Kartini tak bisa lepas dari seni. Baginya, pikiran adalah puisi dan pelaksanaannya adalah seni. Dengan kebesaran daya ciptanya, ia dapat merasakan nafas seni dalam jiwa-jiwa puisi tersebut. Alih-alih seni merupakan salah satu alat terpenting dalam perjuangan bagi mereka yang sama sekali tidak mempunyai kebebasan dan kekuasaan, persis seperti merupakan seorang seniwati dalam banyak bidang, jauh sebelum ia mengkhususkan dirinya sebagai seniwati sastra. Adapun beberapa bidang seni yang dikuasai Kartini ialah membatik, melukis, mengukir, peminat musik, dan Kartini berakhir setelah ia menikah. Pada 13 September 1904 ia melahirkan anak yang dinamai Soesalit. Kartini yang memang sudah mulai sakit-sakitan pun akhirnya meninggal empat hari setelah melahirkan anak pertamanya, yaitu pada 17 September 1904. Kartini meninggal pada usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, memperjuangan emansipasi wanita akhirnya diakui negara setelah lebih dari setengah abad dari wafatnya. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini..surat-surat KartiniSatu hal yang membuat Kartini istimewa dan bernilai lebih adalah surat-surat berbahasa Belanda yang ia tulis kepada sahabat penanya yang sebagian besar orang Belanda. Sahabat pena pertamanya adalah Stella Zeehandelaar yang dikenal melalui majalah De Hollandsche Lelie. Lalu pasangan suami istri Abendanon yang di kemudian hari membukukan surat-surat yang dikirim Kartini. Kemudian Ir. H. H. van Kol dan istrinya, Nyonya Ovink, serta Dr. N. Adriani. Sahabat penanya itu merupakan orang-orang yang berpengaruh besar pada pemikiran dan cita-cita surat-suratnya Kartini membaca apa saja dengan teliti, sambil membuat catatan-catatan. Perhatiannya tak hanya semata soal emansipasi perempuan, tetapi juga masalah sosial umum. Ia melihat perjuangan perempuan agar memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih di akhir usianya, tercatat ada 246 surat tinggalan Kartini yang tersimpan di luar negeri. Dari surat sejumlah itu, kemudian dianalisis 155 surat yang kemudian dicetak dan dipublikasikan sebagai buku Door Duisternis tot Licht. Buku tersebut merupakan surat-surat Kartini yang dikumpulkan dan dibukukan oleh pasangan suami istri Jacques Abendanon tampaknya telah memberi pengaruh besar terhadap pemikiran Kartini. Hal itu tercermin dari kalimat-kalimat di suratnya. Kepada Nyoya Abendanon-lah Kartini menumpahkan segala pemikiran, cita-cita, dan isi hatinya melalui ratusan lembar surat yang ditulis dengan tangannya surat- surat Kartini. Nyonya Abendanon selalu disebut "Ibu" dan merupakan tempat Kartini mencurahan isi hati pribadinya. Bahkan sampai kini, surat terakhir Kartini diketahui dikirim ke Nyonya Abendanon, tertanggal 7 September 1907, Rembang hanya 6 hari sebelum kelahiran putra tunggal Kartini atau 10 hari menjelang Kartini tutup itu, sahabat pena pertamanya adalah Stella M. Zeehandelaar, wanita Belanda putri seorang dokter yang usianya lima tahun lebih tua dari Kartini turut mempengaruhi pemikiran dan cita-cita Kartini. Stella yang dianggap Kartini wanita "modern", berkenalan pada tahun 1899 melalui redaksi De Hollanse Lelie. Lalu Stella yang terpisah jarak begitu jauh dengan Kartini, rupanya berperan besar dalam pemikiran penulisan gadis Jepara ini. Dalam salah satu suratnya, Stella memberikan komentar tak mengerti pertimbangan Kartini yang menerima lamaran Bupati Rembang sebagai seorang insinyur pengairan yang pernah bertugas di Jawa yakni Ir Henri Hubert van Kol. Henri sering berhubungan dengan orang Jawa dan melihat ketimpangan dan kemiskinan salah satu bangsa jajahan negaranya, dan dituangkannya dalam tulisan. Kartini kenal dengan Henri van Kol dan istrinya, Nellie van Kol-Porrey melalui majalah langganan Kartini, De Hollanse Lelie. Pengaruh pasangan Belanda ini cukup besar dalam pemikiran Kartini, khususnya dalam soal kemiskinan dan masyarakat Jawa di sekitar kehidupan lainnya adalah asisten residen Ovink di Jepara. Keluarga Ovink berkenalan dengan keluarga Bupati Jepara, lalu Nyonya Maria Ovink yang menjadi guru privat anak-anak Bupati Jepara ini akrab sekali dengan Kartini. Kartini belajar banyak dari Nyonya Ovink-Soer yang dikenal berasal dari keluarga seniman, juga penulis roman dan buku anak-anak. Sosok terakhir adalah Dr Nicolaus Adriani, pakar etnologi dan linguistik Toraja sebagai salah satu "langganan" korespondensi Kartini terhadap sosok-sosok tersebut lantas dikumpulkan dan diterbitkan oleh J. H. Abendanon dalam bahasa Belanda. Cetakan pertama diterbitkan oleh s-Gravenhage, Van Dorp 1911 dengan judul Door Duisternis Tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya" atau “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku kumpulan surat Kartini ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat kemudian juga menulis artikel tentang Kartini Les Idees d\'une Jeune Javanaise Pikiran-pikiran Perempuan Muda Jawa pada tahun 1913 dalam majalah Perancis L\'Asie Francaise. Terjemahan surat-surat Kartini terbit dalam Bahasa Perancis tahun 1960. Adapun Edisi Inggris pertama terbit di New York tahun 1920 berjudul Letters of a Javanese Princess terjemahan Agnes L Symmers, dengan kata pengantar oleh sastrawan Belanda, Louis Couperus, yang mengalami beberapa kali cetak Edisi berbahasa Melayu, terbit tahun 1922 dalam seri Volkslectuur Bacaan Rakyat di Jakarta. Edisi tersebut memuat pilihan tertentu dari surat-surat Kartini yang ada dalam edisi Belanda di bawah judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Terjemahan dilakukan oleh empat orang Indonesia dengan kata pengantar oleh Abendanon 1938, kemudian keluarlah buku bertajuk Habis Gelap Terbitlah Terang terbitan Balai Pustaka hasil karya Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu korespondensinya. Buku itu kemudian, dicetak berkali-kali hingga terbitan terakhir Tahun 2008. Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Sunda, serta bahasa asing surat-surat Kartini sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikirannya mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran Kartini pun menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, salah satunya Soepratman yang menciptakan lagu berjudul "Ibu Kita Kartini". Lagu tersebut menggambarkan inti perjuangan wanita untuk POURWANTOIbu Tien Soeharto berziarah di makam RA Kartini di Rembang Jawa Tengah dalam rangka peringatan Hari Kartini 21/4/1979Perintis emansipasiPramoedya Ananta Toer menggambarkan Kartini sebagai pemikir modern Indonesia pertama yang tanpanya, penyusunan sejarah modern Indonesia tidaklah mungkin. Sah saja, pasalnya Kartini memang bercita-cita mengubah kondisi kehidupan yang menurutnya tidak adil dan justru menindas di balik istilah adat-istiadat dan feodalisme politik kepahlawanan Kartini antara lain melawan perkawinan di bawah umur pada akhir 1800-an, sudah marak perempuan usia anak -13 sampai 14 tahun- dinikahkan secara paksa, memperjuangkan pendidikan kepada masyarakat Jawa, menyuarakan gagasan untuk kemajuan masyarakat Jawa kepada teman-teman korespondennya di negara-negara yang tidak sama antara dirinya dan saudara laki-lakinya, serta apa yang ia ketahui perihal keadaan masyarakat sekitarnya mendorong Kartini untuk bangkit menuntut emansipasi perempuan. Kemudian, ia menemukan bahwa pendidikan perempuan lah yang harus menjadi landasan atau sendi yang kuat untuk meningkatkan martabat bangsa dan khususnya perempuan itu merupakan corak dari kehidupan kaum perempuan, yaitu menuntut kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Kartini pun telah mengenal istilah emansipasi dari buku-buku Barat bacaannya semenjak ia terkurung dalam Sosial RI di masa Orde Baru yakni Prof Dr Haryati Soebadio mengutarakan saat Kartini menerima "nasibnya" menjadi menjadi istri bupati yang sudah beranak enam, bukan berarti dia menyetujui poligami. "Kartini bersedia menjadi istri bupati karena dia yakin bisa berbuat banyak terhadap cita-citanya. Pengertian emansipasi tak harus diartikan wanita itu memiliki kebebasan dalam segala hal yang sama dengan lelaki. Yang diperjuangkan Kartini adalah kesempatan wanita mengenyam pendidikan setinggi-tingginya," kata menteri sosial Sutrisno yang banyak mendalami Kartini melalui surat- suratnya dan menerjemahkannya dalam bahasa Indonesia, menganggap dalam jiwa perempuan Jawa ini, sebenarnya mengendap jiwa luhur dan cita-cita murni. Walaupun Kartini hanya 5 hari saja mengenyam kebahagiaan Ibu yang sejati, mereguk kebahagiaan 5 hari saja mendekap putra tunggalnya, kemudian wafat sebelum melaksanakan buah pikiran dan menjadi saksi keterwujudan pikiran-pikirannya, namun surat-suratnya sebetulnya sudah mewariskan suatu kehidupan jiwa yang kaya, serta nilai-nilai kemanusiaan yang meninggal dunia dengan bahagia seperti yang sebelumnya ditulis kepada Nyonya Abendanon "Walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya akan patah di tengah jalan, saya akan mati dengan bahagia. Jalan sudah terbuka dan saya telah turut merintis jalan yang menuju kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputra." Kompas, 21 April 1991KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDISejumlah wisatawan mengunjungi Museum Kartini di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, menjelang peringatan Hari Kartini, Senin 15/4/2013. Museum ini dulunya menjadi tempat tinggal RA Kartini bersama suaminya, Bupati Rembang Djojo
Mengenalkandan Menceritakan Sejarah Singkat R.A Kartini pada Anak. Selamat hari Kartini! Tanggal 21 April merupakan hari lahir sosok pahlawan nasional pembela peremuan, Raden Ajeng Kartini. Kartina merupakan salah satu sosok penting dalam emansipasi perempuan di Indoesia. Itulah mengapa setiap tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari KartiniDaripada Wikipedia, ensiklopedia bebas. “Kartini” dilencongkan di sini. Raden Adjeng Kartiniꦏꦂꦠꦶꦤꦶ Potret Kartini s. 1890-an koleksi Tropenmuseum Kelahiran 1879-04-2121 Apr 1879 Jepara, Jawa Tengah, Hindia Timur Belanda Meninggal dunia 17 September 19041904-09-17 umur 25 Rembang, Jawa Tengah, Hindia Timur Belanda kini Indonesia Nama lain Raden Adjeng Kartini Terkenal kerana Pembebasan wanita; heroin negara Pasangan Raden Adipati Joyodiningrat Raden Adjeng Kartini bahasa Jawa ꦏꦂꦠꦶꦤꦶ, ejaan baruRaden Ajeng Kartini Raden Ayu Kartini , gelar setelah menikah Raden Ayu Kartini; 21 Apr 1879 – thirteen September 1904 adalah seorang penulis dan pendidik bangsa Jawa. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan peribumi Jawa berdasarkan pengalaman adat yang menimbulkan perpecahan dan kesengsaraan di antara anggota keluarga sendiri. Pemikiran dipandang selari dengan gagasan penguatan jatidiri wanita yang meningkatkan kedudukan kaum tersebut di Indonesia zaman jajahan lalu juga dianggap tokoh nasionalis; beliau diberikan pengiktirafan sebagai seorang Pahlawan Nasional Indonesia atas pemahaman ini. Biografi [sunting sunting sumber] Awal hayat [sunting sunting sumber] Kartini dilahirkan dalam keluarga kelas priyayi[1] Jawa Jepara ketika pulau Jawa merupakan sebahagian dari jajahan Hindia Belanda. Ayah beliau, Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara sementara ibunya, Ngasirah adalah anak perempuan Madirono dan guru agama di Telukawur;[1] dia adalah isteri pertamanya tetapi bukan yang paling penting. Pada masa ini, poligami adalah amalan biasa di kalangan bangsawan Jawa. Keturunan Ario dapat ditelusuri dari seawal zaman Hamengkubuwono VI dari kalangan bangsawan Majapahit.[one] Peraturan-peraturan kolonial memerlukan seorang ketua kabupaten untuk berkahwin dengan seorang bangsawan. Sejak Ngasirah bukan bangsawan yang cukup tinggi,[2] bapanya berkahwin kali kedua kalinya untuk Woerjan Moerjam, keturunan langsung Raja Madura. Selepas pernikahan kedua ini, ayah Kartini dinaikkan pangkat ke Ketua Kabupaten Jepara, menggantikan ayahnya yang kedua, Tjitrowikromo. Kartini merupakan anak kelima dan anak sulung kedua dalam keluarga seramai sebelas orang, termasuk adik beradik tiri. Beliau dilahirkan dalam sebuah keluarga yang mempunyai tradisi intelektual yang kuat. Saudara lelaki sulungnya, Pangeran Ario Tjondronegoro Four, menjadi Ketua Kabupaten pada usia 25 tahun sementara kakak Kartini, Sosrokartono adalah seorang ahli bahasa yang sempurna. Keluarga Kartini membenarkannya menghadiri sekolah sehingga beliau berumur 12 tahun. Di sini, di kalangan mata pelajaran lain, beliau belajar berbahasa Belanda, suatu pencapaian luar biasa untuk wanita Jawa pada masa itu.[3] Akil baligh dan pendidikan lanjut [sunting sunting sumber] Selepas menjangkaui usia 12 tahun beliau menjalani adat berkurung dalam rumah atau pingit yang biasa diamalkan dalam kalangan bangsawan Jawa, untuk menyediakan gadis muda untuk perkahwinan mereka. Semasa pengasingan gadis tidak dibenarkan meninggalkan rumah ibu bapa mereka sehingga mereka berkahwin, di mana pihak berkuasa atas mereka telah dipindahkan ke suami mereka. Ayah Kartini lebih lembut daripada beberapa orang semasa pengasingan anak perempuannya, memberikan keistimewaan seperti pelajaran sulaman dan penampilan kadang-kadang di khalayak ramai untuk acara-acara khas. Surat oleh Kartini kepada Rosa Abendanon fragmen Semasa pengasingannya, Kartini terus mendidik diri sendiri. Kerana beliau boleh berbahasa Belanda, beliau mendapat beberapa rakan pena Belanda. Salah seorang daripada mereka, seorang gadis bernama Rosa Abendanon, menjadi kawan rapat. Buku-buku, akhbar-akhbar dan majalah-majalah Eropah memberi perhatian kepada minat Kartini terhadap pemikiran feminis Eropah, dan memupuk keinginan untuk memperbaiki keadaan kaum wanita Indonesia yang pada masa itu mempunyai status sosial yang sangat rendah. Bacaan Kartini termasuk akhbar Semarang De Locomotief, disunting oleh Pieter Brooshooft, serta leestrommel, satu majalah yang dijual oleh kedai buku kepada para pelanggan. Beliau juga membaca majalah kebudayaan dan sains serta majalah wanita Belanda, De Hollandsche Lelie, yang mana beliau mula menghantar sumbangan yang diterbitkan. Sebelum berusia 20 tahun, Kartini telah membaca Max Havelaar dan Surat Cinta oleh Multatuli. Beliau juga membaca De Stille Kracht Kuasa Tersembunyi oleh Louis Couperus, karya Frederik van Eeden, Augusta de Witt, pengarang Romantik-Feminis Goekoop de-Jong Van Eek dan novel anti-perang oleh Berta von Suttner, Die Waffen Nieder! Turunkan Tanganmu!. Semuanya berada di Belanda. Kebimbangan Kartini bukan hanya di bidang pembebasan wanita, tetapi juga masalah lain dalam masyarakatnya. Kartini melihat bahawa perjuangan wanita untuk mendapatkan kebebasan, autonomi dan persamaan undang-undang adalah sebahagian daripada pergerakan yang lebih luas. Alam dewasa [sunting sunting sumber] Ibu bapa Kartini mengatur perkahwinannya dengan Joyodiningrat, Ketua Kabupaten Rembang, yang sudah memiliki tiga isteri. Beliau telah berkahwin pada 12 November 1903. Ini bertentangan dengan hasrat Kartini, tetapi beliau bersetuju untuk menjaga bapanya yang sakit. Suaminya memahami tujuan Kartini dan membiarkannya menubuhkan sebuah sekolah bagi wanita di serambi timur kompleks Pejabat Kabupaten Rembang. Anak tunggal Kartini dilahirkan pada xiii September 1904. Beberapa hari kemudian pada 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Beliau disemadikan di Desa Bulu, Rembang. Penulisan [sunting sunting sumber] Selepas Raden Adjeng Kartini meninggal dunia, Mr J. H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama dan Industri di Hindia Timur, mengumpul dan menerbitkan huruf yang dihantar oleh Kartini kepada rakan-rakannya di Eropah. Buku itu bertajuk Door Duisternis tot Licht Daripada Gelap Datangnya Cahaya dan telah diterbitkan pada tahun 1911. Ia telah melalui lima edisi, dengan beberapa huruf tambahan yang termasuk dalam edisi terakhir, dan telah diterjemahkan ke bahasa Inggeris oleh Agnes L. Symmers dan disiarkan di bawah gelaran Surat Puteri Jawa. Penerbitan surat Kartini, yang ditulis oleh seorang wanita asli Jawa, menarik minat yang besar di Belanda dan idea Kartini mula mengubah cara Belanda melihat wanita asli di Jawa. Idea-idea beliau juga mencetuskan inspirasi untuk tokoh-tokoh dalam perjuangan kemerdekaan. Terdapat beberapa alasan untuk meragui kebenaran surat Kartini. Terdapat dakwaan bahawa Abendanon membuat surat Kartini. Syak wasangka timbul kerana buku Kartini telah diterbitkan pada ketika Kerajaan Kolonial Belanda telah melaksanakan Dasar Etika Belanda di Hindia Belanda, dan Abendanon adalah salah seorang penyokong yang paling terkenal dari dasar ini. Di mana beradanya semasa majoriti surat Kartini tidak diketahui. Menurut Allahyarham Sulastin Sutrisno, Kerajaan Belanda telah tidak dapat mengesan keturunan J. H. Abendanon ini. Pemikiran [sunting sunting sumber] Keadaan wanita Republic of indonesia [sunting sunting sumber] Dalam suratnya, Raden Adjeng Kartini menulis tentang pandangan beliau mengenai keadaan sosial yang wujud pada masa itu, terutamanya keadaan wanita asli Indonesia. Kebanyakan suratnya membantah kecenderungan budaya Jawa untuk mengenakan halangan kepada pembangunan wanita. Beliau mahu wanita mempunyai kebebasan untuk belajar dan belajar. Kartini menulis thought dan cita-cita beliau, termasuk Zelf-ontwikkeling, Zelf-onderricht, Zelf-Vertrouwen, Zelf-werkzaamheid dan Solidariteit. Semua idea ini berdasarkan Religieusiteit, Wijsheid en nenzio, iaitu, kepercayaan kepada Tuhan, kebijaksanaan, dan kecantikan, bersama-sama dengan Humanitarianisme kemanusiaan dan Nationalisme nasionalisme. Surat Kartini juga menyatakan beliau berharap sokongan dari luar negara. Dalam surat-menyurat beliau dengan Estell “Stella” Zeehandelaar, Kartini menyatakan hasrat beliau untuk menjadi seperti belia Eropah. Beliau menggambarkan penderitaan wanita Jawa terbelenggu oleh tradisi, tidak dapat belajar, terpencil, dan yang perlu bersedia untuk mengambil bahagian dalam perkahwinan poligami dengan lelaki yang mereka tidak kenal. Gaya vegetarian [sunting sunting sumber] Ia dikenali dari suratnya bertarikh Oktober 1902 untuk Abendanon dan suaminya yang pada usia 23 tahun, Raden Adjeng Kartini mempunyai fikiran untuk menjalani kehidupan vegetarian. “Ia untuk beberapa ketika bahawa kita berfikir untuk melakukannya untuk menjadi vegetarian, saya telah pun memakan hanya sayur-sayuran untuk tahun sekarang, tetapi saya masih tidak mempunyai keberanian moral yang cukup untuk menjalankan. Saya masih terlalu muda.” Kartini menulis. Beliau juga menekankan hubungan antara jenis gaya hidup dengan pemikiran agam, dipetik sebagai berkata, “Hidup di dunia sebagai vegetarian adalah doa tanpa kata kepada Yang Maha Kuasa.” Kartini [sunting sunting sumber] Kartini menyayangi bapanya secara mendalam, walaupun ia jelas bahawa kasih sayang yang mendalam untuknya menjadi halangan lain untuk merealisasikan cita-cita beliau. Beliau cukup progresif membolehkan anak-anak perempuannya bersekolah sehingga umur 12 tahun, tetapi pada ketika itu menutup rapat pintu untuk melanjutkan persekolahan. Dalam surat-suratnya, bapanya juga melahirkan kasih sayangnya kepada Kartini. Akhirnya, dia memberi kebenaran untuk beliau untuk belajar untuk menjadi seorang guru di Batavia kini Jakarta, walaupun sebelum ini dia telah menghalang beliau dari bekerja dengan rakan sebaya bagi pihak beliau untuk menyokong Kartini dalam usaha ini. Ramai rakan-rakan beliau melahirkan rasa kecewa mereka apabila cita-cita Kartini akhirnya digagalkan. Akhirnya, rancangan beliau untuk belajar di Jepun telah berubah menjadi rancangan untuk perjalanan ke Tokyo, atas nasihat Puan Abendanon bahawa ini akan menjadi yang terbaik untuk Kartini dan adiknya, R. Ayu Rukmini. Walau bagaimanapun, pada 1903 ketika berusia 24 tahun, rancangan beliau untuk belajar untuk menjadi seorang guru di Tokyo datang dengan tangan kosong. Dalam surat kepada Puan Abendanon, Kartini menulis bahawa rancangan itu telah ditinggalkan kerana beliau akan berkahwin… “Pendek kata, saya ada keinginan lagi untuk mengambil kesempatan daripada peluang ini, kerana saya akan berkahwin”. Walaupun pada hakikatnya bagi pihaknya, Jabatan Pelajaran Belanda akhirnya telah diberikan kebenaran untuk Kartini dan Rukmini untuk belajar di Batavia. Ketika perkahwinan semakin hampir, sikap Kartini terhadap adat tradisi Jawa mula berubah. Beliau lebih bertolak ansur dan mula berasa bahawa perkahwinan itu akan membawa nasib yang baik untuk cita-cita beliau untuk membangunkan sebuah sekolah untuk wanita asli. Dalam surat-suratnya, beliau menyebut bahawa bukan sahaja suaminya yang dihormati menyokong hasrat beliau untuk membangunkan industri ukiran kayu di Jepara dan sekolah untuk wanita asli, tetapi juga menyebut bahawa beliau akan menulis buku. Malangnya, cita-cita ini tidak dapat direalisasikan akibat kematian awal beliau pada tahun 1904 pada usia hanya 25 tahun. Legasi [sunting sunting sumber] Patung arca Kartini di taman timur Dataran Merdeka, Jakarta. Sekolah Kartini dinamakan sempena beliau dibuka di Bogor, Dki jakarta, dan Malang. Masyarakat yang dinamakan untuknya juga telah ditubuhkan di Belanda[4] Diilhamkan oleh contoh Kartini, keluarga Van Deventer menubuhkan Yayasan Kartini yang membina sekolah untuk perempuan, Sekolah Kartini’ di Semarang pada tahun 1912, diikuti oleh sekolah wanita lain di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Pengisytiharan Hari Kartini pada 1953 Pada tahun 1964, Presiden Sukarno mengisytiharkan tarikh kelahiran Kartini, 21 Apr, sebagai Hari Kartini’ – cuti kebangsaan Indonesia. Keputusan ini telah dikritik. Adalah dicadangkan agar Hari Kartini disambut sempena Hari Ibu Indonesia, pada 22 Disember supaya pemilihan Kartini sebagai heroin kebangsaan tidak akan mengalahkan wanita lain yang, tidak seperti Kartini, mengambil senjata untuk menentang penjajah. Hari Kartini [sunting sunting sumber] Negeri Orde Lama Sukarno mengisytiharkan 21 April sebagai Hari Kartini mengingatkan wanita bahawa mereka perlu mengambil bahagian dalam “wacana negeri hegemoni Pembangunan”[5] Selepas tahun 1965, bagaimanapun, Negeri Perintah Lama Suharto mengtur semula imej Kartini dari yang pemerdeka wanita radikal ini kepada yang digambarkan sebagai isteri berbakti dan anak perempuan taat, “kerana hanya seorang wanita yang memakai kebaya yang boleh memasak.”[six] Pada kesempatan itu, yang lebih dikenali sebagai Hari Ibu Kartini, “kanak-kanak perempuan amemakai ketat, jaket cergas, baju batik, gaya rambut yang rumit, dan barang kemas hiasan ke sekolah, kononnya meniru pakaian Kartini tetapi pada hakikatnya memakai mencipta dan ensembel lebih mengecutkan daripada beliau lakukan.”[7] “Ibu Kita Kartini” oleh Supratman Lihat juga [sunting sunting sumber] Gerakan Wanita Indonesia GERWANI Rujukan [sunting sunting sumber] ^ a b c On feminism and nationalism Kartini’s letters to Stella Zeehandelaar 1899-1903. Monash University Press. 2005. m/s. ii. ISBN1876924357. ^ Harvard Asia Quarterly ^ “RA. Kartini”. Guratan Pena. April 27, 2006. Dicapai pada 2013-03-17 . ^ Ideology and Revolution in Southeast Asia 1900-75 by Clive J Christie, Clive J. Christie ^ Bulbeck, Chilla 2009. Sexual practice, honey and feminism in the Asia Pacific a cross-cultural written report of immature people’s attitudes. ASAA women in Asia. London New York Routledge. ISBN9780415470063. Preview. ^ Yulianto, Vissia Ita 21 April 2010. “Is celebrating Kartini’s Mean solar day still relevant today?”. The Jakarta Mail service . Dicapai pada xv March 2013. ^ Ramusack, Barbara N. 2005. “Women and Gender in South and Southeast Asia”. Dalam Bonnie K. Smith penyunting. Women’s History in Global Perspective. University of Illinois Press. m/south. 101–138 [129]. ISBN978-0-252-02997-4 . Dicapai pada 15 March 2013. Bibliografi [sunting sunting sumber] Raden Adj. Kartini 1912, Door duisternis tot licht, with a foreword by Abendanon, The Hague Van Zeggelen 1945, “Kartini”, Meulenhoff, Amsterdam in Dutch Raden Adjeng Kartini 1920, Letters of a Javanese princess, translated by Agnes Louise Symmers with a foreword by Louis Couperus, New York Alfred A. Knopf, ISBN 0-8191-4758-3 1986 edition, ISBN 1-4179-5105-2 2005 edition One 1942, “Raden Adjeng Kartini”, Oceanus, Den Haag in Dutch Jaquet crimson., Kartini 2000; Surat-surat kepada Ny. Abendanon-Mandri dan suaminya. 3rd edition. Djakarta Djambatan, xxii + 603 pp. Elisabeth Keesing 1999, Betapa besar pun sebuah sangkar; Hidup, suratan dan karya Kartini. Dki jakarta Djambatan, v + 241 pp. J. Anten 2004, Honderdvijfentwintig jaar Raden Adjeng Kartini; Een Indonesische nationale heldin in beeld, Nieuwsbrief Nederlands Fotogenootschap 43 6-9. Pautan luar [sunting sunting sumber] Karya-karya oleh Kartini di Projek Gutenberg Karya oleh atau tentang Kartini di Cyberspace Archive “The Kartini-archive inventory at the Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde KITLV / Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, Leiden, The Netherlands” PDF. Diarkibkan daripada yang asal PDF pada 2011-08-xiv. Dicapai pada 2017-06-05 . Kartiniadalah putri Bupati Jepara, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, dan Mas Ajeng Ngasirah. Ayahnya kemudian menikah lagi dengan Raden Ajeng Moeryam dan dikaruniai 3 orang anak. Sejarah Raden Ajeng Kartini. Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario 1879-1904Who Was Raden Adjeng Kartini?Raden Adjeng Kartini opened the first Indonesian primary school for native girls that did not discriminate based on social standing in 1903. She corresponded with Dutch colonial officials to further the cause of Javanese women's emancipation up until her death, on September 17, 1904, in Rembang Regency, Java. In 1911, her letters were YearsKartini was born to a noble family on April 21, 1879, in the village of Mayong, Java, Indonesia. Kartini's mother, Ngasirah, was the daughter of a religious scholar. Her father, Sosroningrat, was a Javanese aristocrat working for the Dutch colonial government. This afforded Kartini the opportunity to go to a Dutch school, at the age of 6. The school opened her eyes to Western ideals. During this time, Kartini also took sewing lessons from another regent's wife, Mrs. Marie Ovink-Soer. Ovink-Soer imparted her feminist views to Kartini, and was therefore instrumental in planting the seed for Kartini's later Kartini reached adolescence, Javanese tradition dictated that she leave her Dutch school for the sheltered existence deemed appropriate to a young female to adapt to isolation, Kartini wrote letters to Ovink-Soer and her Dutch schoolmates, protesting the gender inequality of Javanese traditions such as forced marriages at a young age, which denied women the freedom to pursue an in her eagerness to escape her isolation, Kartini was quick to accept a marriage proposal arranged by her father. On November 8, 1903, she wed the regent of Rembang, Raden Adipati Joyodiningrat. Joyodiningrat was 26 years older than Kartini, and already had three wives and 12 children. Kartini had recently been offered a scholarship to study abroad, and the marriage dashed her hopes of accepting it. According to Javanese tradition, at 24 she was too old to expect to marry on spreading her feminist message, with her new husband's approval, Kartini soon set about planning to start her own school for Javanese girls. With help from the Dutch government, in 1903 she opened the first Indonesian primary school for native girls that did not discriminate on the basis of their social status. The school was set up inside her father's home, and taught girls a progressive, Western-based curriculum. To Kartini, the ideal education for a young woman encouraged empowerment and enlightenment. She also promoted their lifelong pursuit of education. To that end, Kartini regularly corresponded with feminist Stella Zeehandelaar as well as numerous Dutch officials with the authority to further the cause of Javanese women's emancipation from oppressive laws and traditions. Her letters also expressed her Javanese nationalist and LegacyOn September 17, 1904, at the age of 25, Kartini died in the regency of Rembang, Java, of complications from giving birth to her first child. Seven years after her death, one of her correspondents, Jacques H. Abendanon, published a collection of Kartini's letters, entitled "From Darkness to Light Thoughts About and on Behalf of the Javanese People." In Indonesia, Kartini Day is still celebrated annually on Kartini's FACTSName Raden Adjeng KartiniBirth Year 1879Birth date April 21, 1879Birth City Mayong, JavaBirth Country IndonesiaGender FemaleBest Known For Raden Adjeng Kartini was a Javanese noblewoman best known as a pioneer in the area of women's rights for native and AcademiaWriting and PublishingAstrological Sign TaurusNacionalitiesIndonesian IndonesiaDeath Year 1904Death date September 17, 1904Death City Rembang RegencyDeath Country IndonesiaFact CheckWe strive for accuracy and you see something that doesn't look right,contact us!CITATION INFORMATIONArticle Title Raden Adjeng Kartini BiographyAuthor EditorsWebsite Name The websiteUrl Date Publisher A&E; Television NetworksLast Updated April 21, 2020Original Published Date April 2, 2014QUOTESI have been longing to make the acquaintance of a 'modern girl,' that proud, independent girl who has all my sympathy! She who, happy and self-reliant, lightly and alertly steps her way through life, full of enthusiasm and warm feelings; working not only for her own well-being and happiness, but for the greater good of humanity as a whole. ViewBAHASA JAWA CERITA TEKS BIOGRAFI RADEN AJENG EDUCATION 2020 at State University of Surabaya. CERITA TEKS BIOGRAFI RADEN AJENG KARTINI Raden Ajeng Kartini miyos tanggal 21. Study Resources. Main Menu; by School; by Literature Title; by Subject; by Study Guides; Textbook Solutions Expert Tutors Earn. YouTube/Majalah Bobo Kisah Hidup Kartini, pahlawan nasional Indonesia. - Masuk di bulan April, apakah teman-teman ingat hari lahir salah satu pahlawan nasional Indonesia? Yap, betul sekali! April adalah bulan kelahiran Raden Ajeng Kartini, tepatnya pada tanggal 21 April. Karena sebentar lagi akan memperingati Hari Kartini, kita cari tahu tentang perjalanan hidup atau sejarah Kartini, yuk! Baca Juga Fakta Seputar Pahlawan Nasional Ibu Kartini Perjalanan Hidup Kartini Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan anak dari keturunan bangsawan Jawa, yaitu Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan Ngasirah. Pada saat kelahiran Kartini, ayahnya menjabat sebagai seorang Bupati di Jepara. Kartini bersekolah di salah satu sekolah elit yang bernama Europeesche Lagere School ELS. Sekolah ini tak dibuka untuk umum, ia hanya dibuka untuk anak-anak keturunan Eropa, Negara Timur, dan anak Indonesia yang berasal dari keturunan bangsawan. Karena itula Kartini bisa mendapatkan pendidikan yang layak, meski dalam masa penjajahan Belanda. Namun, di usia muda Kartini dihentikan pendidikannya dan hanya diam di rumah karena ia seorang perempuan. Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan
KarenaM.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung
Ilustrasi Raden Ajeng Kartini. Foto Putri Sarah Arifira/kumparanRaden Ajeng Kartini dikenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan hak perempuan. Beliau berhasil menegakkan emansipasi wanita dan menciptakan persamaan gender di masa ini dilakukan Kartini lantaran ia menilai keberadaan perempuan tidak lagi dihargai. Perempuan hanya diperbolehkan mengurus pekerjaan rumah, dapur, dan anak tanpa mengenyam pendidikan yang perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama seperti laki-laki. Berdasarkan hal itu, Kartini pun bertekad untuk mengangkat derajat jasanya ini, kisah perjuangan Kartini banyak diabadikan dalam buku-buku sejarah. Untuk mengetahui informasi penting tentang Raden Ajeng Kartini, simak biografi beliau selengkapnya. Biografi Raden Ajeng KartiniRaden Ajeng Kartini Djojo Adiningrat atau yang lebih dikenal dengan Kartini lahir di Jepara pada 21 April 1879. Beliau merupakan putri dari Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Raden Ajeng Kartini. Dok Wikimedia Kartini terlahir dari seorang Ibu yang berasal dari golongan biasa. Akan tetapi, eyangnya yang bernama Pangeran Ario Condronegoro IV merupakan sosok yang amat dari buku Kartini Sebuah Biografi Rujukan Figur Pemimpin Teladan karya Myrtha Soeroto, Condronegoro IV dikenal sebagai pejabat yang memiliki daya intelektual tinggi. Ia memiliki pandangan yang luas dan kritis serta menunjukkan banyak Condronegoro IV ini kemudian diwariskan kepada anak cucunya. Hingga akhirnya, Kartini tumbuh menjadi sosok yang cerdas dan berpikiran keturunan Bangsawan, Kartini mengeyam pendidikan di ELS Europes Lagere School. Karena tradisi yang ada, beliau hanya boleh bersekolah hingga umur 12 ini mengharuskan anak perempuan berdiam diri di dalam rumah dan menunggu pinangan laki-laki. Karena dinilai tidak adil, Kartini pun bertekad untuk Raden Ajeng Kartini. Dok Wikimedia CommonsBeliau mulai belajar bahasa Belanda dan baca tulis dari surat kabar, majalah, serta buku-buku. Tak hanya itu, beliau juga membaca karya berbahasa Belanda yang membuat pengetahuannya semakin skripsi berjudul Sejarah Perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam Kebangkitan Pendidikan Perempuan di Jawa oleh Faiqotul Himmah 2020, pada 12 November 1903, Kartini dipersunting oleh Bupati Rembang, M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Beruntung, suaminya mendukung keinginan ia mengizinkan Kartini membangun sekolah perempuan di pintu timur gerbang perkantoran Rembang. Ia juga mendukung segala bentuk perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak pun menyampaikan pemikirannya melalui tulisan yang dimuat oleh majalah perempuan Belanda, De Hoandsche Leile. Beliau juga mengirimkan surat kepada teman-temannya di Belanda, salah satunya Rosa cerita, Kartini meninggal dunia setelah melahirkan anaknya, RM Soesalit Djojoadhiningrat. Beliau dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten Raden Ajeng Kartini. Dok Wikimedia CommonsSetelah meninggal, surat yang dikirim Kartini kepada teman-temannya dikumpulkan oleh Jacques Henrij Abendanon, Menteri Kebudayaan Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Kumpulan suratnya dibukukan dalam karya yang berjudul Door Duisternis tot Licht atau Dari Kegelapan menuju Kartini membuahkan hasil, surat-suratnya telah mengubah pandangan Belanda terhadap perempuan Jawa. Beliau dikenal sebagai tokoh inspirasi di jasa-jasanya, pada 2 Mei 1964, Kartini diberikan gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Presiden Soekarno. Tanggal lahirnya, yakni 21 April, ditetapkan sebagai Hari Kartini untuk mengingat kembali jasa-jasa tanggal lahir Kartini?Siapakah suami Kartini?Di mana sekolah Kartini?RadenAjeng Kartini atau Kartini menjadi tokoh besar dalam emansipasi wanita di Indonesia. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 bertempat di Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan perempuan berasal dari keluarga terpandang.
- Hari Kartini diperingati setiap 21 April. Peringatan tersebut berawal dari adanya Keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964 pada 2 Mei Kepres di masa Presiden Soekarno itulah Raden Ajeng RA Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Peringatan 21 April sebagai Hari Kartini lantaran sesuai dengan hari lahir Kartini. Baca juga Mengenang Sosok Bung Hatta, dari Sepatu Bally hingga Tak Mau Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Lantas, siapakah Raden Ajeng RA Kartini? Kartini diketahui lahir di Jepara pada 21 April 1879. Melansir 21 April 2020, Kartini adalah putri tertua keturunan keluarga ningrat Jawa atau istilahnya keluarga priyayi atau bangsawan. Ayahnya merupakan Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Sosriningrat. Sementara itu Ibu bernama Ngasirah yaitu putri anak dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara. Tidak hanya pesohor di kala itu, keluarga Kartini dikenal cerdas. Baca juga 21 Pahlawan Transportasi Dunia 2021, Termasuk Anies Baswedan Sang kakek, Pangeran Ario Tjondronegoro IV adalah sosok cerdas yang diangkat menjadi bupati di usia 25 tahun. Emansipasi wanita mulai menggema di Indonesia atas jasa Kartini. Dia menjadi tokoh yang aktif memperjuangkan kesetaraan hak perempuan. Sebagai perempuan Jawa, dia sangat merasakan ketimpangan sosial antara perempuan dan laki-laki kala itu. Baca juga Mengenang Pertempuran Surabaya, Cikal Bakal Peringatan Hari Pahlawan Persamaan derajat Wikipedia Sekolah Kartini yang didirikan tahun 1913. Budaya turun-temurun menormalisasi seorang perempuan hanya pasif menjalani alur kehidupan. Kartini ingin membuktikan bahwa perempuan pun bisa menggantikan peran laki-laki. Berkaca dari hal tersebut, Kartini begitu mengidamkan persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. "Kartini ingin menunjukkan jika perempuan tidak hanya 'konco wingking', artinya perempuan bisa berperan lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang pendidikan. Perempuan juga bisa menentukan pilihan hidup tak harus atas paksaan orangtua dan perempuan juga bisa sekolah setinggi-tingginya," kata Pengamat Sejarah Edy Tegoeh Joelijanto 50 yang pernah mengenyam pendidikan di UKDW Jogjakarta dan Universitas Putra Bangsa Surabaya. Baca juga Kisah Pengambilan Jasad 7 Pahlawan Revolusi di Sumur Lubang Buaya Pada zaman itu perempuan tidak diperbolehkan mendapatkan pendidikan. Hanya perempuan bangsawan yang berhak memperoleh pendidikan. Tapi Kartini beruntung. Melansir 13 Desember 2019, Kartini memperoleh pendidikan di ELS Europes Lagere School. Baca juga Sepak Terjang Ruhana Kuddus, Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2019Sekolah tersebut termasuk sekolah yang bergengsi pada zaman kolonial Hindia Belanda di Indonesia. Biasanya sekolah ini diperuntukkan bagi anak-anak keturunan Eropa, timur asing, atau pribumi dari tokoh terkemuka. Kartini menyukai kegiatannya belajar bahasa Belanda yang menjadi bahasa komunikasi wajib bagi murid-murid ELS. Namun, Kartini hanya bisa memperoleh pendidikan hingga berusia 12 tahun. Karena menurut tradisi Jawa, anak perempuan harus tinggal di rumah sejak usia 12 tahun hingga menikah. Baca juga Deretan Perayaan Unik di Hari Pahlawan Model emansipasi ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL Paramedis Covid-19 perempuan Rumata Mestika 37 menyampaikan ucapan Selamat Hari Kartini untuk para pejuang medis di garda terdepan di Rumah Sakit Primaya Hospital, Tangerang, Banten, Selasa 21/4/2020. Aksi tersebut merupakan bukti kepedulian dalam memberikan semangat untuk paramedis yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 di Indonesia dan berharapa adanya 'Habis Gelap Terbitlah Terang'. Kartini punya keinginan untuk melanjutkan pendidikan karena ingin mendapatkan hak yang sederajat dengan pria dalam hal pendidikan. Tapi keinginan untuk sekolah lebih tinggi harus terkubur, karena Kartini harus menikah dengan seorang bangsawan Rembang bernama KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada 1903. Meski demikian, Kartini tak mau mengurung diri, ia justru memanfaatkan kesempatan itu memilih belajar sendiri, membaca, dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda, salah satunya bernama Rosa Abendanon. Baca juga Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional, Bagaimana Prosedurnya? Kartini juga tetap berjuang memperhatikan kaumnya. Kartini menuang pemikirannya lewat tulisan yang dimuat oleh majalah perempuan d Belanda bernama De Hoandsche Lelie. Dilansir dari Encyclopaedia Britannica 2015, dalam surat yang ditulisnya, Kartini menyatakan keprihatinannya atas nasib-nasib orang Indonesia di bawah kondisi pemerintahan kolonial. Ini juga untuk peran-peran terbatas bagi perempuan Indonesia. Bahkan, dia menjadikan hidupannya sebagai model emansipasi. Baca juga Keliling Kota Pahlawan Gratis, Coba Surabaya Heritage Track, Ini Jadwalnya Tulisan Kartini ANTARA FOTO/MUHAMMAD IQBAL Sejumlah paramedis Covid-19 perempuan menyampaikan ucapan Selamat Hari Kartini untuk para pejuang medis di garda terdepan di Rumah Sakit Primaya Hospital, Tangerang, Banten, Selasa 21/4/2020. Aksi tersebut merupakan bukti kepedulian dalam memberikan semangat untuk paramedis yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 di Indonesia dan berharapa adanya 'Habis Gelap Terbitlah Terang'. Tulisan-tulisannya itu dibukukan di kemudian hari lalu diberi judul Door Duisternis tot Licht atau Dari Kegelapan menuju Cahaya. Pada 1922, tulisan itu diterbitkan menjadi buku kumpulan surat Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang Boeh Pikiran, oleh Balai Pustaka. Suaminya memberi kebebasan dan mendukungnya mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang. Berkat kegigihannya, Kartini mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini Sekolah Kartini di Semarang pada 1912. Baca juga Video Viral Foto Pahlawan di Uang Kertas Dibuat Parodi, Ini Kata BI Kini, Gedung tersebut disebut sebagai Gedung Pramuka. Kemudian sekolah juga didirikan di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. RA Kartini meninggal pada 17 September 1904 di usia 25 tahun setelah beberapa hari melahirkan. Kartini dimakamkan di Desa Bulu Kabupaten Rembang. Baca juga Tak Sembarangan, Ini Syarat Seseorang Bisa Dimakamkan di TMP Kalibata Sumber Dwi Putranto Nugroho, Ari Welianto Editor Dony Aprian, Nibras Nada Nailufar Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. RadenAjeng Kartini Djojo Adiningrat nama lengkapnya. Pesonanya tak lekang oleh zaman, semangatnya terus menggelora di antara umat manusia. Kitab tafsir dan terjemahan al-Qur'an ini diberi nama Kitab Faidhur-Rahman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab. Kitab ini pula yang dihadiahkannya kepada RA Kartini padaKONTRADIKSI. Kehidupan Kartini yang penuh kontradiksi. Foto oleh Dodo Karundeng/ANTARA Jakarta, IDN Times – Sosok Raden Ajeng Kartini atau Kartini dikenal sebagai pahlawan hak kaum perempuan di Indonesia. Sebagai bentuk penghargaan atas perjuangannya di masa lampau, tanggal kelahiran Kartini pun diperingati sebagai hari pahlawan yang ditetapkan oleh Presiden Sukarno pada 2 Mei 1964, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Keppres No. 108 Tahun beberapa hal tentang Kartini yang penting untuk diketahui lebih lanjut. Yuk, simak. Baca Juga Made Citra Dewi Jadi Anggota TNI Itu Berat, tapi Indah 1. Kartini mahir berbahasa BelandaMuseum RA Kartini di Jalan Alun-alun Jepara, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Yusuf NugrohoFakta menarik pertama Kartini adalah, beliau mahir berbahasa Belanda. Sebagai seorang anak bangsawan Jawa, Kartini mendapatkan pendidikan yang cukup. Dari pendidikan itu, Kartini memperoleh kesempatan untuk mempelajari Bahasa Belanda. Kemampuannya berbahasa Belanda itulah yang membuat ia memiliki akses untuk berkomunikasi dengan berbagai elemen pemerintahan Belanda masa ia mampu menuliskan permohonan beasiswa pendidikan kepada Pemerintah Belanda saat berusia 20 tahun. Permohonan itu sempat disetujui. Hanya saja, kala itu Kartini sudah menikah sehingga beasiswa pun diberikan kepada orang hanya itu, Kartini juga sempat menuliskan surat protes kepada pemerintahan Hindia Belanda. Dalam suratnya, Kartini meminta pemerintah Hindia Belanda untuk memasukkan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda dalam kurikulum pendidikan kaum merangkai kata-kata dalam Bahasa Belanda itulah, salah satu hal yang dikagumi banyak sahabat dari kalangan bangsa Belanda. 2. Jago masak dan sempat menulis resep masakan dalam aksara JawaMuseum RA Kartini di Jalan Alun-alun Jepara, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Yusuf NugrohoSelain membaca dan menulis, hobi Kartini yang cukup dikuasainya ialah memasak. Ia mampu memasak beragam masakan, khususnya masakan khas Jawa. Kartini sempat mengumpulkan dan menuliskan resep-resep masakannya. Resep-resep itu ditulis dengan menggunakan aksara Jawa. Penulisan resep dengan aksara Jawa tersebut menunjukkan Kartini masih menguasai tradisi budaya Kartini menggunakan kemahiran memasaknya sebagai sarana diplomasi kebudayaan dengan pemerintahan Hindia Belanda kala itu. Melalui masakannya, Kartini berhasil mengenalkan budaya Jawa kepada bangsa Belanda sehingga mereka menghormati kebudayaan itu kemudian ditulis kembali oleh Suryatini N. Ganie, cicit Kartini, dalam buku berjudul “Kisah & Kumpulan Resep Putri Jepara; Rahasia Kuliner Kartini, Kardinah, dan Roekmini.” 3. Nama Kartini dijadikan nama jalan di BelandaKONTRADIKSI. Kehidupan Kartini yang penuh kontradiksi. Foto oleh Dodo Karundeng/ANTARASeorang Kartini tidak hanya dicintai dan dihormati di Indonesia. Ia juga dihormati di Belanda. Hal ini dibuktikan dengan adanya nama jalan Kartini di Belanda, yakni di Kota Utrecht, Venlo, Amsterdam, dan Utrecht, Jalan Kartini terletak di kawasan deretan perumahan yang tertata apik. Jalan tersebut dihuni oleh kalangan menengah. Jalan utamanya berbentuk huruf U’ yang ukurannya lebih besar dibandingkan jalan-jalan yang menggunakan nama-nama tokoh Eropa Venlo, nama jalan RA Kartinistraat terletak di kawasan Hagerhof. Bentuk jalannya berupa huruf O’ di mana di sekitarnya juga terdapat nama jalan dari tokoh Anne Frank dan Mathilde di Ibukota Belanda, yakni Amsterdam, jalan Raden Adjeng Kartini ada di daerah Zuidoost atau dikenal dengan Bijlmer. Di sekitar jalan tersebut, terdapat nama-nama jalan dari tokoh-tokoh ternama yang berkontribusi kepada sejarah dunia, seperti Jalan Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, dan Isabella menarik, ialah di Haarlem. Nama jalan Kartini berdampingan dengan nama jalan dari tokoh-tokoh perjuangan Indonesia. Jalan Kartini berdekatan dengan Jalan Mohammed Hatta, Jalan Sutan Sjahrir, dan langsung tembus ke Jalan Chris Soumokil, Presiden Kedua Republik Maluku Selatan RMS.4. Menjadi seorang juru dakwah IslamMurid TK dan SD berpawai mengenakan busana tradisional untuk menyambut Hari Kartini, Bulak Banteng, Surabaya. ANTARA FOTO/Didik SuhartonoSiapa yang menyangka, Kartini juga dikenal sebagai juru dakwah agama Islam. Ia belajar menekuni ajaran agama Islam dari Kyai Sholeh bin Umar, seorang ulama dari Darat, mulai menekuni ajaran Islam secara mendalam ketika Kyai Sholeh berceramah mengenai tafsir Surat Al-Fatihah. Dari penjelasan Kyai Sholeh tentang makna ayat Al-Fatihah tersebut, Kartini semakin tertarik mendalami Al Qur’an. Bahkan, ia pun ikut berdakwah dan menunjukkan wajah Islam yang ramah kepada bangsa Belanda. Kartini, melalui surat-suratnya kepada koleganya di Belanda, selalu menjelaskan ajaran dan menunjukkan sisi keindahan Islam. Pertemuan Kartini dengan Kyai Sholeh dapat dikatakan sebagai bagian perjalanan spiritual penting dalam Buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” menuai kontroversiSumber Gambar Gelap Terbitlah Terang” merupakan salah satu buku yang cukup identik dengan Kartini. Buku tersebut merupakan kumpulan 53 surat Kartini yang ditujukan kepada sahabat orang Belanda, Rosa tersebut kemudian dikumpulkan oleh Abdendanon. Total ada 150 surat yang berhasil dikumpulkan Abdendanon. Namun, tidak semua surat tersebut ditampilkan dalam buku yang dalam Bahasa Belanda berjudul “Door Duisternis tot Licht” buku tersebut, banyak pemikiran Kartini yang mengkritik kondisi sosial yang ditemui di sekitar, khususnya terhadap posisi perempuan dalam struktur sosial masyarakat kala buku itu sempat diragukan kebenarannya oleh para sejarawan. Sebab, tidak ada bukti bahwa seluruh surat yang ada di dalam buku tersebut adalah tulisan Kartini. 6. Cerita Kartini diangkat ke layar lebar oleh Hanung tahun 2017, Kartini diangkat menjadi film layar lebar dengan judul Kartini oleh sutradara kondang Hanung Bramantyo. Sosok Kartini sendiri diperankan oleh Dian ini bukan kali pertama film layar lebar mengangkat tokoh besar tersebut. Sebelumnya pada tahun 1984, Sjumandjaya telah menghasilkan film biografi dengan judul Kartini. Kemudian pada tahun 2016, sebuah film fiksi kisah asmara berjudul Surat Cinta Untuk Kartini juga Orang tua memaksa Kartini menikah mudaLomba peragaan busana daerah kategori PAUD dan TK, Bogor, untuk menyambut Hari Kartini. ANTARA FOTO/Arif FirmansyahOrang tua Kartini meminta ia untuk menikah dengan Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang yang sudah pernah memiliki tiga orang istri. Ia menikah pada 12 November 1903. Beruntungnya, sang suami mengerti keinginan Kartini sehingga diberi kebebasan dan didukung secara penuh untuk mendirikan Sekolah Wanita yang terletak di timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten usia yang ke-25, Kartini melahirkan seorang putera yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat, tepatnya pada 13 September 1904. Empat hari setelah melahirkan, Kartini harus berpulang. Konon, nama Soesalit merupakan singkatan kata-kata dalam Bahasa Jawa “susah naliko alit” yang berarti susah di waktu kecil karena tidak pernah mengenal sang ibu. Baca Juga Peringati Hari Kartini, Banyuwangi Akan Gelar Women Cycling Challenge
Ibu Kartini merupakan salah satu wanita Indonesia yang menjunjung tinggi emansipasi wanita. Ia merupakan pelopor hak wanita untuk dapat memiliki pendidikan yang layak dan setara dengan lainnya. Di hidupnya yang singkat ibu Kartini mampu membuat perubahan yang besar sehingga cerita dongeng ibu Kartini dijelaskan dari generasi ke generasi. Asal Usul Kelahiran Kartini Ibu Kartini memiliki nama lengkap Raden Ajeng Kartini. Ia lahir di Jepara, salah satu kota di Jawa Tengah pada 21 April 1879. Kartini lahir dalam keluarga mapan dan ningrat. Ibunya bernama Ngasirah dan ayahnya adalah Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ia memiliki 11 saudara tiri dan kandung yang mana Kartini merupakan anak perempuan tertua di keluarganya. Ayah Kartini merupakan keturunan bupati Jepara sementara ibunya hanya dari kalangan rakyat biasa. Ngasirah merupakan guru agama di Teluk Awur, Jepara. Anak dari Kyai Haji Madirono dan Nyai Haji Siti Aminah. Sementara ayah Kartini yakni Adipati Ario Sosroningrat merupakan keturunan Hamengkubuwono VI yang kala itu masih menjabat sebagai pembantu bupati atau Wedana. Ibu dari Kartini merupakan istri pertama namun bukan istri utama ayahnya. Hal ini disebabkan adanya aturan dari pemerintah Belanda bahwa kalangan bangsawan tak bisa menikahi rakyat biasa. Alhasil ayah Kartini kemudian menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan yakni putri raja Madura. Istri kedua ayahnya kemudian diangkat menjadi istri utama dan barulah ayah Kartini bisa menjabat menjadi bupati Jepara. Pelantikan ayahnya bertepatan dengan kelahirannya Kartini. Kartini merupakan anak kelima dan pendidikan di keluarganya dianggap sangat penting. Kakek Kartini yakni pangeran Ario Tjondronegoro IV dikenal sebagai bupati pertama yang mg mengenalkan pendidikan barat kepada anak-anaknya. Kisah Perjuangan Kartini Cerita dongeng pahlawan Kartini sangat direkomendasikan sebagai dongeng anak sebelum tidur. Perjuangan RA Kartini dalam emansipasi wanita terlihat sejak ia berusia 12 tahun. Walau pendidikan dijunjung tinggi dalam keluarganya namun saat usia tersebut ayah Kartini melarangnya untuk melanjutkan sekolah. Sebelumnya kartini bersekolah di Europese Lagere School ELS dimana ia juga diajarkan berbahasa Belanda. Kartini bahkan dikenal sebagai murid yang cerdas. Ia bahkan sering berkirim surat kepada teman-temannya di Belanda. Tulisannya pernah dimuat dalam sebuah majalah bernama De hollandsche Lelie. Dari teman korespondensinya Rosa Abendanon dan Estelle “Stella” Zeehandelaar , Kartini mendapatkan majalah, surat kabar bahkan buku. Ia mulai tertarik dengan cara berpikir wanita Eropa yang bebas dan lebih maju ketimbang wanita pribumi. Kartini pun merasa tergerak untuk memajukan pendidikan para perempuan pribumi. Sayangnya ayahnya malah melarang kartini untuk melanjutkan pendidikannya. Ia diminta untuk tinggal di rumah dan dipingit mengikuti tradisi Jawa kala itu. Walaupun dipingit kartini tak lantas berdiam diri. Untuk mengisi waktunya ia lebih sering berkirim surat. Kebanyakan isi surat kartini berupa buah pemikirannya tentang kesulitan wanita pribumi untuk maju karena terhalang tradisi. Ia mengkritisi tradisi dipingit yang mana mengekang kebebasan perempuan. Ia menuntut kesetaraan baik dalam kehidupan maupun dimata hukum. Ia juga mengangkat isu agama seperti poligami. Tak jarang ia mempertanyakan alasan kenapa kitab suci harus dihafalkan. Semakin dewasa pemikiran Kartini akan emansipasi wanita semakin kuat. Apalagi ia sering membaca buku-buku asing seperti karya Van Eeden, Louise Coperus atau Augusta de Witt. Ia pun mulai memiliki keinginan yang kuat untuk melanjutkan sekolah ke Jakarta maupun Belanda. Menurutnya fasilitas yang dimiliki keluarganya tidak mampu lagi menunjang pendidikannya. Sayangnya untuk kesekian kali orang tuanya melarangnya pergi. Padahal Kartini sudah mendapatkan beasiswa di Belanda yang akhirnya dilepaskannya. Biarpun begitu orang tuanya mengizinkan Kartini berprofesi sebagai seorang guru. Ia pun mengajar wanita pribumi di belakang pendopo kabupaten Jepara. Kartini mengajarkan bagaimana membaca, menulis, memasak hingga kepribadian. Tak jarang Kartini mengundang pengukir untuk membuat kerajinan atas desain yang dibuatnya. Hingga saat ini pendopo Kartini masih berdiri megah dan terjaga orisinilitasnya. Perjuangan Kartini Dimulai Dari Keluarga Walaupun diizinkan mengajar para wanita pribumi pemikiran Kartini sering ditentang keluarganya. Ia bahkan pernah bertengkar dengan kakak-kakaknya karena tidak mau ikut tradisi. Selain cerdas Kartini dikenal sebagai sosok yang pemberontak. Kartini menjadi sosok yang sensitif usai memahami kedudukan ibunya. Kartini menyaksikan sendiri bagaimana perlakukan istri ayahnya berbeda walau sama-sama menjadi pasangan. Ngasirah biasanya bertugas di belakang sebagai kepala urusan rumah tangga. Sementara istri kedua ayahnya yakni Moerjam akan sering mendampingi ayahnya melayani tamu dan bersosialisasi ke luar. Ditambah lagi banyaknya buku liberalisme mengubah pola pikir Kartini saat itu. Ia pernah bertengkar dengan kakaknya Soelastri yang masih sangat konservatif. Hubungan keduanya bahkan pernah merenggang. Tak kapok menyuarakan pendapatnya Kartini bahkan pernah berkali-kali berseteru dengan Slamet yang merupakan kakak laki-laki tertuanya. Saat itu Kartini menolak untuk berjalan jongkok dan menunduk saat bertemu dengan saudaranya yang berusia jauh lebih tua. Biarpun begitu tak seluruh saudaranya menentang Kartini. Ada kakak kandung Kartini yakni RM Panji Sosrokartono atau sering dipanggilnya Kartono. Ia yang menginspirasi Kartini untuk memperjuangkan hak-hak wanita. Kartono bahkan berprofesi sebagai dokter dan menguasai 24 bahasa asing. Ada pula adik perempuannya yakni Roekmini dan Kardinah yang sepemikiran dengan Kartini. Keduanya bahkan membantu Kartini membangun sekolah gadis pertama di Jepara. Ketiganya juga sering menghabiskan waktu bersama dengan belajar membatik dari RA Moerjam. Karya batiknya bahkan pernah dipamerkan pada pameran karya wanita yakni Nationale Tentoonstelling Voor Vrouwenarbeid di Den Haag pada 1898. Kartini Menikah Saat Berusia 24 Tahun Kartini pernah berucap kepada Marie Ovink Soer yang merupakan istri asisten residen Jepara bahwa ia tidak akan menikah. Kala itu usianya sudah memasuki usia 16 tahun. Lamanya pingitan Kartini bahkan melebihi saudaranya yang lain. Enam tahun dipingit Kartini merasa tinggal di neraka. Ia berulang kali menolak lamaran yang datang kepadanya. Pada 2 Mei 1988 masa pingitan Kartini usai. Ia pun kemudian menulis karangan berjudul Het Huwelijk Bij de Kodjas atau Upacara perkawinan Suku Koja. tulisannya ini langsung diterbitkan usai menjalani pingitan. Ketika usianya menginjak 24 tahun orang tuanya meminta Kartini untuk segera menikah. Ia pun kemudian menyetujui pinangan Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Ia merupakan bupati Rembang yang memiliki 3 istri. Akhirnya keduanya menikah pada 12 November 1903. Walau sudah menikah Kartini tetap mengajar sebagai guru yang juga didukung oleh suaminya. Ia kemudian membuka sekolah di sebelah timur kompleks kantor kabupaten Rembang. Setahun menikah Kartini kemudian dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Anak laki-lakinya lahir pada 13 september 1904. Empat hari setelah melahirkan Kartini meninggal dunia pada 17 september 1904. Usianya masih 25 tahun dan dikebumikan di desa Bulu, kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Buku yang Pernah Ditulisnya Buah pemikirannya kini bisa pula dibaca dalam bentuk buku. Salah satu bukunya yang paling terkenal adalah “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku ini terbit pada 1911 yang merupakan kumpulan surat-surat Kartini. Jacques Henrij Abendanon atau Abendanon merupakan menteri kebudayaan, agama dan kerajinan Belanda pada tahun 1900-1905. Saat kepemimpinannya banyak berdiri sekolah untuk orang pribumi. Ia mengumpulkan surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini pada teman-temannya yang tinggal di Eropa. Buku ini juga dialihbahasakan ke beberapa bahasa seperti Melayu, Jawa hingga Sunda. Dalam satu bukunya tersebut terdapat 87 surat Kartini. Surat-surat ini lalu dibagi kedalam 5 bab yang menunjukkan perubahan pola pikir Kartini selama berkorespondensi. Memang tidak semua surat Kartini dimuat seluruhnya pada versi terbarunya karena isinya rata-rata memiliki kemiripan. Sementara buku versi lamanya memuat 106 surat. Selain surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini pada sahabatnya, ia juga banyak menulis opini pada majalah dan surat kabar Belanda. Misalnya saja tulisan “Tiga Soedara” pada surat kabar De Locomotief. Surat kabar ini merupakan yang terbesar di Hindia Belanda kala itu. Dari sinilah nama Kartini semakin dikenal publik. Ia bahkan pernah menuliskan pemikirannya dalam 19 halaman kertas kepada Willem Frederik idenburg dan Gubernur Jenderal Willem Rooseboom pada 1903. Di setiap tulisannya Kartini selalu menitikberatkan pentingnya pendidikan bagi wanita tak peduli golongan priyayi atau pribumi. Pelajaran Berharga Dari Kisahnya Kisah hidup Kartini bisa dijadikan dongeng anak yang mampu memberikan banyak pesan moral pada buah hati. Dari dongeng anak Indonesia ini buah hati bisa memahami bahwa pendidikan amatlah penting dimiliki oleh siapa saja, dari kalangan manapun tanpa dibatasi gender. Dari kisah hidupnya ada pesan yang disampaikan Kartini kepada wanita Indonesia. Wanita tidak boleh dipandang rendah dan berhak diperlakukan sama dengan para laki-laki. Ia berhak mendapatkan pendidikan dan kebebasan atas pilihan dan hidupnya. Setiap orang juga berhak untuk bermimpi dan meraih cita-citanya termasuk para perempuan. Bila tidak ada mimpi bagaimana kehidupanmu kelak? Seorang wanita juga perlu mendidik budi pekertinya karena yang bisa menjatuhkan Anda bisa saja dari sikap Anda sendiri Jangan mudah mengeluh dalam hidup tapi berjuanglah untuk merubahnya agar kebahagian bisa datang kepada Anda Kepribadian Kartini yang Patut Dicontoh Selain itu ada beberapa kepribadian RA Kartini yang bisa jadi contoh untuk wanita masa kini. Sosok Kartini dikenal memiliki kepribadian sebagai berikut 1. Berani Kartini berani mendongkrak aturan tradisi yang sudah kental tertanam di benak masyarakat saat itu. Bukanlah hal yang mudah mengubah mindset seseorang apalagi bila ia tergolong pribadi yang konservatif 2. Rela Berkorban Berasal dari keluarga ningrat yang berkecukupan tentu RA Kartini bisa lepas tangan begitu saja atas masalah hak wanita pribumi. Walaupun begitu RA Kartini mengabdikan dirinya berjuang untuk pendidikan wanita bahkan saat ia sudah berstatus sebagai istri. 3. Optimis Kartini selain cerdas juga dikenal sebagai sosok yang selalu optimis. Meski tulisannya pernah ditolak karena tidak sesuai dengan tradisi namun ia pantang untuk menyerah. Ia selalu aktif menyuarakan hak-hak wanita. Cerita dongeng ibu Kartini juga pernah diangkat dalam sebuah film. Kisah hidupnya dibahas pula dalam buku pelajaran dan dikenang dalam lagu “Ibu Kita Kartini”. Walau sudah lebih dari seabad lamanya Kartini meninggal dunia namun suaranya tetap abadi lewat jasa dan tulisannya. Baca Juga Mengenal Lebih Dekat Poklamator Indonesia Visited 4,916 times, 1 visits today
InilahCerita 3 Kelakuan Usil Kartini yang Bikin Ayah Murka Raden Ajeng Kartini memang tinggal di kalangan keluarga ningrat Jawa. Ayahnya yang seorang Bupati Jepara membuat Kartini dituntut untuk tidak sembarangan dalam bersikap. Namun Kartini kecil tidak seperti yang selalu diharapkan keluarganya. Kartini selalu memberontak dari tatanan adat Jawa yang sangat diemban keluarga.